Melalui tulisan ini saya ingin sampaikan..

 Muhammad Alan Putra Irawan
Universitas Muhammadiyah Surakarta



Sudah Langka, Dilanda Lara

Pada malam itu, Minggu 25 Oktober 2015, dari kejauhan, terpandang tenda yang dibangun megah berkilap seperti menara dengan lampu ragam warnanya. Terlihat ramai berderet antre di loket khususnya kelas ekonomi seharga Rp. 50.000, berbondong-bondong datang dengan keluarga, pacar, hingga teman sebaya. Membawa raup yang senang tak sabar menonton berbagai aksi pertunjukan sirkus yang bertempat di sisi pojok lapangan Alun-Alun Kidul Kota Surakarta. Satwa-satwa tersaji dalam pertunjukan itu, mulai dari satwa liar hingga satwa langka dipertontonkan berurutan untuk menampilkan sejumlah atraksi yang telah dipersiapkan.
Wajah sumringah para pengunjung mengiring, seraya menunggu pertunjukan dimulai kembali pada sesi ketiga.
Satwa-satwa yang terpampang di baliho jalanan Kota Solo, mengundang banyak perhatian dari masyarakat, satu jam sebelum acara, masyarakat sudah berdatangan menumpah antrean demi secuil kertas tiket atraksi pertunjukan Oriental Circus Indonesia.
            Tepat di pinggir tenda megah itu, terjejer 4 ekor gajah Sumatera, tingginya sekisar 2 – 2.5 meter. Dirantai kuat menggunakan besi yang membalut di kaki-kakinya, terlihat kusut dan tampak kurang sehat, tiada makanan dan air yang tersediakan di sekitarnya. Belalai gajah hanya menjumputi aneka makanan yang dilempar para pengunjung, di batas pagar yang membentang di depannya, hingga sempat mulut gajah menganga, menunggu kepedulian tangan yang melempar makanan ke arahnya. Sembarang makanan dilempar pengunjung, belalainya bebas mengayun, namun badan tak bisa bergerak, karena kaki-kaki gajah itu dirantai ketat disana, sehingga arah gerak hanya sebatas panjang rantai yang dipasang.
Tepatnya pukul 20.00 WIB, penonton dipersilahkan masuk ke dalam tenda sirkus itu, satu demi satu merapat naik ke tribun yang berjejer melingkar dari beragam kelas yang disajikan. Kelas ekonomi hanya ditempatkan di sebelah pinggir pertunjukan. Seraya ditemani lampu sorot yang menyala, menandakan acara segera dimulai. Satwa-satwa mulai bermunculan, dari simpanse yang mengenakan baju bola mencoba menunjukan aksinya berjalan di atas tali yang diulur membentang di tengah area pertunjukan, lambat laun pertunjukan untuk harimau dipersiapkan, jaring ditarik ke atas melingkar membatasi panggung dengan area tribun penonton, “perkenalkan, itu adalah harimau putih dan harimau sumatera, satwa-satwa tersebut dipelihara di Taman Safari Indonesia, sebagai lembaga konservasi dan edukasi, jauh dari habitat aslinya” ucap MC dengan busana mewahnya. Ketika aksi dimulai, sorak mencuat dari puluhan penonton, pemandangan khas yang jarang dilihat, 5 harimau besar itu dipandu pawangnya melompat di dua lubang besi yang disulut api. Seuasi pertunjukan, satwa pemakan daging itu kembali ke tempat semula di bilik batas kurungan dimana ia menunggu makanan tuan.
Tak berselang lama giliran gajah sumatera berjalan alun memasuki area pertunjukan, tersorot lampu yang terang tak membuat warna kulit gajah terlihat cerah, hanya warna hitam yang kusut mendekati warna abu. 4 gajah tersebut dilepas dari tempat rantainya, tak membuatnya dapat hidup bebas di kawasan ekosistem yang seimbang, jarak pandang hanya sebatas panggung yang dibangun, gajah-gajah itu menunjukkan aksinya, seperti duduk layaknya seorang manusia hingga bergoyang menemani tawa lebar penonton dari setiap sudut tribun. Hewan langka, namun hanya diperlakukan searah dengan pawangnya. Gajah sumatera itu dibawa keliling kota, berpindah tempat di Indonesia, namun tiada hutan dan alam yang ditemuinya, hanya sorak penonton dan makanan seadanya. Seusai tampil, gajah kembali ke tempat semula, di pinggir tenda dimana ia dirantai. Hal tersebut terus berulang setiap harinya selama pertunjukan sirkus masih tampil eksis di hadapan peminatnya. Wajah senang tergambar dari raup penonton, tepuk tangan ditujukan kepada 4 satwa langka dari pulau Sumatera itu. Hanya meninggalkan hiburan dan kepentingan, lembaga konservasi sedang membawanya ke dalam lingkup kepentingan manusia yang memanfaatkannya. Hutan yang lebat menjadi hilang dari pandangannya. Beragam satwa dikurung, dilatih menurut pawangnya. Saat besar hanya menjadi tontonan massa yang membayar manusianya. Kehidupan tak lebih dari sebatas jaring yang mengurungnya, dibalik tenda sirkus yang megah seperti menara.
Dari data yang dilansir Wikipedia, harimau sumatera termasuk klasifikasi satwa kritis yang terancam punah dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN, tidak hanya itu, gajah sumatera juga masuk dalam satwa yang terancam punah di Indonesia. Hak-hak tak berakal harus menimpa nasib buruk atas keserakahan manusia, keadaan mendera harus dilanda satwa harimau Sumatera dan gajah Sumatera, pada pertunjukan malam itu, kedua satwa tersebut menjadi bahan hiburan puluhan penonton yang melingkar terbaris rapi dalam sirkus yang berdurasi satu setengah jam. Mereka dilatih dan dipelihara di taman safari Indonesia, selanjutnya kedua satwa langka tersebut harus mengikuti jalan hidup yang bertajuk Oriental Sirkus Indonesia, “dengan anda menonton sirkus ini sama halnya anda mendukung konservasi satwa di Indonesia.” Tutur MC dengan seikhlas keyakinannya.
Tidak ada sedikit keraguan dari raup petugas saat melangsungkan acara tersebut, tampak fokus mempersiapkan dan menjaga di kala acara berlangsung, demi beberapa lembar yang bernilai tukar. Salah satu petugas sirkus tersebut menuturkan, satwa-satwa yang dipertontonkan sudah dilatih dari sejak usia dini oleh para pawangnya, dari taman safari, hewan itu dipelihara hingga dibawa keliling diangkut mengendara mendatangi tempat keramaian di berbagai kota dimana pertunjukan sirkus kembali digelar.
            Beragam pertunjukan ditampilkan, penonton tampak riang gembira ketika menontonnya, terutama saat melihat satwa-satwa menunjukkan kebolehannya, senyuman penonton dapat terlihat jelas, dari anak-anak hingga orang dewasa seolah kagum dengan atraksi dari beragam satwa yang ditampilkan. Namun manusia tidak bisa melihat jelas bagaimana perasaan satwa saat mereka ditunduk melakukan akrobatik, melanggengkan acara dengan maksud “konservasi dan edukasi.” Kebebasan hewan dalam melakukan tingkah laku yang alami tampak tiada saat sirkus berlangsung disana. Perlahan kepunahan menjadi ancaman harimau Sumatera dan gajah Sumatera, pelestarian satwa langka tidak tertuang saat pertunjukan sirkus itu digelar, bahkan kedua satwa langka tersebut hanya dipertontonkan sebagai hiburan manusia, ekosistem tidak lagi seimbang karena hidup tidak dalam habitat aslinya.
            Kesuma Prasetya, salah satu pengunjung sirkus menuturkan, unsur pendidikannya lebih ditekankan lagi, setiap pertunjukan satwa, sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu asal satwa dan cara melatihnya, jadi tidak hanya selesai acara pulang, tapi ada sedikit edukasi yang disampaikan. “Sebaiknya hewan yang ditampilkan adalah hewan yang tidak langka atau yang tidak terancam punah.” Tambahnya, saat keluar dari pintu masuk pertunjukan sirkus.
Tampak bersemangat puluhan penonton menepuk tangannya. Sorot lampu menjadi kelam, menandakan acara pertunjukan berakhir, tercurah senang dari wajah penonton, mereka menutupnya dengan raup yang puas. Baginya hiburan, namun mereka tak pernah tau, nestapa yang dilanda satwa-satwa yang langka itu, hanya hidup di bilik batas yang mengurungnya, manusia menjadi pengarahnya. Tak ada sungai, hutan, dan alam yang membebaskannya, melainkan hanya rantai, jaring, dan penonton yang menertawakannya.







Komentar

Postingan Populer