Mirna vs Munir
Mirna vs Munir
Media hari ini telah berpesan pada
kita, “Kita akan ikuti terus perkembangan kasus ini sampai sejauh mana, tetap
dalam progam acara ini,” ucap para presenter televisi dengan segala
keyakinannya. Yah, ketika saya memutuskan istirahat sejenak dari kesibukan
sebagai mahasiswa, ketika hendak menonton televisi, hampir semua channel TV di
Indonesia ialah kasus perempuan belia, namanya kini tenar, Mirna. Yang sampai
hari ini masih dicari kebenarannya, walaupun itu sampai kealas lautan. Ya, mungkin
ketika kaum remaja ditanya tentang mirna,
akan langsung dapat menjawab tentang kasus pembunuhan menggunakan kopi sianida. Akan tetapi ketika kasus ditanya soal kasus Munir, yang ditau bahwa munir ialah aktivis Hak Asasi Manusia Indonesia, atau bahkan malah tidak mengetahuinya?
Sudah setahun lalu, kasus mirna ini mencuat, dari kabar apapun, media menjadi selalu memberitakannya, dari rekonstruksi, penelusuran barang bukti, hingga persidangan,
media televisi
kita bersaing untuk menjadikannya berita utama layaknya primadona layar kaca, kenyataan
ini kemudian membawa tentang opini yang berkembang di masyarakat kita saat ini,
coba tengok kasus Munir, lelaki sederhana, yang bersahaja, dia mati bukan
karena percintaan atau hubungan personal, akan tetapi sebuah pembungkaman suara
perlawanan, dari kepentingan-kepentingan citra kekuasaan 12 tahun lalu. Dia
seorang pejuang yang banyak membela aktivis yang hilang diculik pada masa itu,
Munir wafat karena racun arsenik yang ditaruh di makanannya. Lalu, jika Mirna? Seorang
yang digadang-gadang sebagai pelaku utama dalam pembunuhan berencana Jessica,
yang dianggap diracuni sianida oleh mirna, itu saja? Terus saya harus ngapain
mendengar kasus itu? Emang Yu Cepe,
sebagai penonton televisi yang kini seolah kasus Mirna akrab dikenang. Coba
bandingkan saja antara Munir dengan Mirna, sangat jelas, siapa yang berjasa dan
penting seharusnya bagi inspirasi publik.
akan langsung dapat menjawab tentang kasus pembunuhan menggunakan kopi sianida. Akan tetapi ketika kasus ditanya soal kasus Munir, yang ditau bahwa munir ialah aktivis Hak Asasi Manusia Indonesia, atau bahkan malah tidak mengetahuinya?
Sudah setahun lalu, kasus mirna ini mencuat, dari kabar apapun, media menjadi selalu memberitakannya, dari rekonstruksi, penelusuran barang bukti, hingga persidangan,
Sebanarnya apa yang terjadi dengan
ini semua? Kasus mirna adalah kasus yang ‘penting,’ ups.. maaf terbesit sejenak
di pikiran saya, maksudnya kasus yang tidak penting, akan tetapi digiring agar
menjadi kasus yang penting bagi masyarakat. Mungkin benar hasil penelitiannya
Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw pada sekitar tahun 1973, yang menemukan
teori Agenda Setting, tentang
penelitian pemilihan presiden amerika serikat pada 1968, yang menemukan adanya
penekanan berita yang dipilih dan dikemas pemilik medianya, dimana
mengasumsikan bahwa apa yang dianggap penting media, kita anggap penting pula.
Begitu juga yang terjadi dengan lalu lalang berita kasus Mirna di televisi kita
hari ini, secara frekuensi penayangan, terlihat lebih banyak kasus Mirna
daripada memilih kasus Munir, yang sudah ‘usang,’ ups! Maaf, terlintas
dipikiran juga demikian.
Sebenarnya apa pentingnya buat kita,
mirna adalah seorang pemuda, yang mungkin sama dengan remaja yang lain, lalu
bagaimana dengan kasus Munir? Yang hari ini pun keadilan masih membayang,
Pollycarpus dibebaskan, yang diduga otak pembunuhan-pun juga dibebaskan, para
akademisi dan aktivis pemerhati masih mengenang kasus Munir, bahkan sempat
menggelar acara dalam tajuk “Malam Menyimak Munir” yang diadadakan di berbagai
kota waktu lalu. Lalu, apa media juga menyoroti kasus ini? Tentu tidak, kita
bisa melihat itu pada realita televisi hari ini.
Ada juga berita tentang reklamasi
teluk Benoa Bali, isu rembang juga yang masih belum selesai, tapi media
biasa-biasa aja tuh. Oh jangan-jangan! Ada kepentingan tertentu ‘dibalik’
media, sehingga memilih kasus Mirna menjadi primadona dibalik yang sedang
kasus-kasus yang masih melanda menyangkut Sumber Daya Alam kita. Begitu halnya
Munir, yang tidak diperhatikan untuk diberitakan media, redaksi televisi lebih
memilih Mirna daripada Munir. Walaupun 7 september lalu ialah hari wafatnya
Munir, dan sudah 12 tahun kasusnya tidak mendapat perhatian lebih dari
pemerintah, televisi kita pun, jelas. Dari nama keduanya Munir dan Mirna hampir
sama, tapi tentang kesannya, itu urusan media. Saya mah apa..
Mungkin benar, apa yang pernah
dikatakan Noam Chomsky, ilmuwan Amerika Serikat “Orang harus menyadari bahwa
para elite media & elite intelektual umumnya memiliki agenda tertentu.” Dan
kenyataan yang terjadi, blow up kasus Mirna pun terus marak, agenda dibawanya
menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Munir? Entah kemana, karena media pun
tidak menganggapnya penting lagi, dan kita pun hanya mendengarkan nama nya
ketika ada demo dulu dari kelompok masyarakat, dan media paling sekilas
memberitakannya, seperti angin menghempas sebentar, terus menghilang.
Ampun, televisi. Mungkin hari ini
dikau sedang membuat sekelilingku selalu bicara Mirna, namanya terkenal, lebih
terkenal bahkan daripada Munir. Eh, mau lihat di portal online, ternyata juga
sama, tidak ingin ketinggalan sepertinya, masih memberitakan perkembangan kasus
Mirna. Jengah aku mendengarnya, sepertinya kenangan cak Munir “nggak laku
dijual,” oleh televisi kita, walaupun sebenarnya jasanya tidak akan bisa
terbayarkan.
Aah,
sudahlah, males bahas Mirna terus…
Komentar
Posting Komentar