Kalau Organisasi Minta Uang, Harus Nurut ya..
Kalau Organisasi
Minta Uang, Harus Nurut ya..
Kampus, gedung tinggi, seiisi mahasiswa beragam
cita-cita. Dalamnya, atribut-atribut penunjang kegiatan mahasiswa,
baliho-baliho seputar prestasi kampus, mahasiswa kebanggaan dengan senyum yang
tidak alami sebenarnya, juga sistem dan aturan termasuk untuk kegiatan
mahasiswa. Banyak kesukaan yang dimiliki mahasiswa, dalam menunjang kemampuan
diri, termasuk menjadi bagian dari organisasi mahasiswa. Sebelum masuk
perkuliahan, kita banyak ditawarkan beragam
pengharapan, dari fasilitas, model
pembelajaran hingga aktivitas-aktivitas rutin kesehariannya. Banyak pula
tuntutan kampus terhadap mahasiwa, yang segalanya sebenaranya untuk lulus
cepat, ijazah tinggi, dan sukses ketika keluarnya. Ini perguruan tinggi atau
pelatihan kerja sebenarnya?
Termasuk
aturan-aturan yang diberlakukan terhadap kegiatan mahasiswa, pada awalnya
organisasi mahasiswa adalah alternatif dalam melepas tekanan pragmatis itu,
akan tetapi seringkali juga menjadi objek yang sama. Katanya kebebasan mimbar
akademik, dimana mahasiswa dapat melakukan aktivitas dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. Jika Organisasi menjadi instrumen gerakan, dan
mahasiswa adalah motor penggeraknya, dan kebebasan adalah haknya. Maka sedari
dulu, tidak akan ada aturan-aturan yang kemudian mengintervensi secara penuh
akan kegiatan mahasiswa, ini bukanlagi zaman dimana orang-orang dipaksa tunduk
pada penguasa, bukanlagi dimana kebebasan hanya milik para orang yang
membayarnya, bukan juga masa dimana mahasiswa dilarang pintar dan berkembang. Organisasi
mahasiswa tampak muram sebenarnya, ketika aturan-aturan dari ‘tangan besi’ itu
kemudian diterapkan guna membatasi gerak organisasi mahasiswa, jika ilmu itu
luas dan tak kenal siapa, maka seharusnya kampus menobatkan diri sebagai
pelitanya.
Jika
kata Ki Hajar Dewantoro, pendidikan itu membebaskan. Seharusnya kita menjadi
pejuangnya, termasuk bukan untuk membelenggu mahasiswa hanya berorientasi pada
prestasi akademik, sebenarnya seperti kajian dan diskusi sejatinya perlu,
dimana pertukaran ide-ide mahasiswa akan dipertaruhkan, sehingga pada akhirnya
kegiatan itu didasarkan pada kebutuhan setiap organisasi mahasiswa, kegiatan
keilmuan kemudian dibebaskan, karena kita digadang sebagai bagian dari
masyarakat ilmu. Yang jelas masih dalam koridor islam. Tidak kemudian, pemangku
kebijakan melarang berbagai macam ekspresi kegiatan mahasiswa, dari tingkat
Fakultas bahkan hingga Universitas. Ironi sebenarnya, seringkali terjadi
dualisme pemahaman antara pemangku kebijakan dengan aktivitas mahasiswa. Jika
guru itu pendidik, maka seharusnya hanya bisa mendorong untuk berkembang sesuai
dengan gerak dan minat setiap Organisasi mahasiswa. Bukan kemudian melarangnya
hanya karena prasangka atau bahkan antipati personalnya. Dan jika penjara itu
menakutkan, dan kampus itu ruang pendidikan, maka sebenarnya pendidikan tinggi
harus memerdekakan, dan mendorong setiap kegiatan mahasiswa tanpa harus
mengelaborasi sampai detil, hingga menghilangkan esensinya. Bukan kemudian
membelenggu mahasiswa dengan aturan-aturan kesewenangan karena jabatan yang
ada, cukuplah diantarkan sesuai tujuannya, bukan dibelokkan dan dipaksa patuh
pada penggembalanya, tanpa mengerti mengapa adanya.
Organisasi
mahasiswa juga bukan mesin kampus, bukan juga strategi brand kampus, bukan agen Corporate
Social Responbility (CSR), atau sebatas penggenap guna menunjang kegiatan
mahasiswa sesuai keinginan pemangku kampusnya. Adalah tempat dimana seorang
yang lugu, keras atau acuh menjadi seorang yang bijaksana, tempat dimana ruang
mahasiswa menyalurkan ide dan gagasanya, tempat kreatifitas dan medan berlaga
intelektualitas mahasiswa, tempat dimana sifat manajerial dan kemampuan akademis
dipertaruhkan, pada akhirnya Organisasi mahasiswa adalah instrument gerakan
sekumpul mahasiswa, punya visi dan cita-cita besar, sudah tidak lagi bocah yang
selalu diarahkan, diatur jadwal makan, aturan uang saku hingga model pakaiannya.
Komentar
Posting Komentar