Essay
DEBU DIJANTUNG KOTA
Oleh
: Muhammad Alan Putra Irawan
Ditengah
keramaian dipusat wisata kota, Alun-alun menjadi pilihan utama para pelancong
maupun masyarakat setempat, Berbagai hiburan tersaji disana, dari anak-anak,
muda-muda hingga tua-renta tumpah ruah menjadi satu diatas rumput tengah kota.
Namun bagaimana jika rumput-rumput itu tiada ditengah keramaian yang dipusatkan
untuk canda ria anak-anak dan keluarga.
Bermain dengan
debu, Hal itu yang terjadi di alun-alun kota Sragen, Matahari menutup siang
dengan senjanya, begitu juga masyarakat mula berdatangan memadati pusat jantung
di kota sragen, tempatnya amat strategis, yaitu tepat didepan kantor bupati sragen,
jika terlihat dari atas terukir persegi panjang, namun tidak rata dengan warga
hijau. Melainkan ditengahnya berwarna coklat berbentuk bulat yaitu tanah yang
tak ada lapisannya.
Pemandangan indah
berlapis pilu,
Tepat saat malam, anak-anak terlihat aktif bermain kendaraan-kendaraan kecil yang disewakan disana, Canda ria bergema menyatu dengan debu, karena tanah tersebut menjadi lintasan arena bermain kendaraan anak-anak yang disewakan disana, debu menjadi asap kendaraan karena langsung melindas tumpukan tanah yang kering. Bertebaran kesenangan diwajah anak, begitu juga bertebaran debu menyapu senang yang dibalut dengan ketidakpedulian.
Tepat saat malam, anak-anak terlihat aktif bermain kendaraan-kendaraan kecil yang disewakan disana, Canda ria bergema menyatu dengan debu, karena tanah tersebut menjadi lintasan arena bermain kendaraan anak-anak yang disewakan disana, debu menjadi asap kendaraan karena langsung melindas tumpukan tanah yang kering. Bertebaran kesenangan diwajah anak, begitu juga bertebaran debu menyapu senang yang dibalut dengan ketidakpedulian.
Kenyamanan
menjadi hal yang harus diperhatikan, Apakah hal ini sesuai dengan slogan
“Sragen Asri.” Tampak sangat asing ketika membaca slogan tersebut ketika berada
di alun-alun tengah kota, dimana tempat ini menjadi singgahan para pemudik
maupun pejalan yang berlintas di kota sragen, Apa yang terjadi jika tempat
jantung kota menjadi neraka di kota sendiri, makna yang menista kesan ketika
datang ditempat ini.
Tentu menjadi hal
yang berdampak besar bagi kemslahatan bersama, Anak-anak yang berniat hiburan
mendapat hirupan bercampur debu yang tidak disadarinya, begitu pula para orang
tua enggan melarangnya karena melihat antusiasnya untuk bermainan tepat diatas
tanah, Pemandangan sebatas satu pandang, karena dilingkupi debu yang semakin
akut hingga menjadi topan untuk malam dikota sragen.
Entah hingga
kapan keadaan ini berlanjut usia, para penjual disana pun sudah terbiasa dengan
keadaan yang ada, Tuntutan ekonomi dan lapang kerja menjadi sebab utama
pekerjaan harus tegar menghadap dengan debu. Sebenarnya tempatnya amat
strategis untuk mengenalkan kesan kota sragen kepada masyarakat setempat
ataupun pelancong yang datang dari berbagai kota, namun kesan seperti apa
ketika hal ini terus dibiarkan, Berniat untuk berhibur, namun tengah disampul
debu sehingga menjadi biasa. Walupun sebenarnya banyak yang mengeluhkan, namun
merasa kecil ketika berniat menyampaikan keluhan kepada siapa.
Kenyamanan yang
dibilas kesedihan, Canda tawa yang dilapis ketidaknyamanan dan keangkuhan kepedulian
yang sulit dicari ketika tepat berada disana. Entah kenapa hal ini harus
menjadi nasib pusat wisata di kota yang baru saja menjadi penghargaan Adipura
oleh pemerintahan RI. Hal ini harus
menjadi perhatian khusus pihak pemerintah daerah kota Sragen untuk memberikan
tindakan perbaikan terhadap rumput-rumput yang mulai menghilang disana, Jika
tulisan menjadi sampah, coba tengok keluar dari fasilitas kantor yang ada, dan
lihatlah kebahagiaan pengunjung yang menyatu dengan debu, karena dengan ketidaktahuannya
soal debu dan amat besar harapan para masyarakat yang berdatangan untuk segera
membenahi keadaan di Alun-alun kota sragen.
-Bukanlah sebuah frasa, namun realita
yang terjadi ketika penulis berada disana-
Penulis adalah* warga desa Ngamban,
Gawan, Tanon, Sragen
Yang menempuh pendidikan di
Progam Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Komentar
Posting Komentar